Berita Energi
Kementerian ESDM beri sinyal naikkan harga LPG bersubsidi

Published by: kabarbisnis.com 14 April 2022
Di baca: 2 kali
JAKARTA, kabarbisnis.com: Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) memberikan sinyal kenaikan eceran harga LPG 3 kilogram (kg), melalui perubahan formula harganya. Ini dilakukan guna menekan beban subsidi terhadap Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN).

Pemerintah juga akan mengubah skema subsidi yang kini berbasis pada komoditas menjadi subsidi tertutup langsung ke pengguna. Menteri ESDM Arifin Tasrif menuturkan pihaknya akan melakukan uji coba penjualan dengan aplikasi MyPertamina di 34 kabupaten dan kota tahun ini.

"Untuk menjaga ketersediaan pasokan LPG dan mengurangi impor, dalam jangka pendek, akan dilakukan peningkatan pengawasan pendistribusian LPG 3 kg tepat sasaran, bekerja sama dengan pemerintah daerah dan aparat penegak hukum," ujar Arifin dalam Rapat Dengar Pendapat dengan Komisi VII DPR, Rabu (13/4/2021).

Arifin mengatakan, penyesuaian formula LPG 3 kg untuk merespons tingginya harga minyak dan LPG dunia yang berdampak pada melonjaknya harga minyak mentah Indonesia (ICP). Arifin mencatat, pada bulan Maret ICP mencapai US$ 98,4 per barel sementara asumsi APBN yang ditetapkan hanya menyentuh angka US$ 63 per barel.

Hal serupa juga terjadi pada harga LPG yang merujuk pada Contract Price (CP) Aramco yang telah mencapai US$ 839,6 per metrik ton. Selisih angka tersebut jauh dari asumsi harga pemerintah di angka US$ 569 per metrik ton. Arifin menambahkan, dalam jangka menengah dan Panjang, Pemerintah akan melakukan subsitusi kompor LPG dengan kompos induksi melalui pemanfaatkan jaringan gas kota dengan target 1 juta rumah tangga per tahun.

Kemudian substitusi LPG dengan Dimethyl Ether (DME) diharapkan dapat mengurangi 1 juta metrik ton LPG pada 2027. "Untuk mengurangi tekanan APBN dan menjaga inflasi, serta percepatan program biogas," jelas Arifin.

Ketua Badan Anggaran DPR RI Said Abdullah mengatakan implementasi dari skema subsidi LPG 3 kg secara tertutup sangat berat untuk diterapkan. Sebab skema subsidi terbuka sudah menjadi kebiasaan selama belasan tahun. "Sangat berat. Pemerintah sudah tiga tahun terakhir ini lakukan pilot project,"ujarnya.

Subsidi tertutup juga masih menunggu kesiapan Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS). Selain itu, diperlukan juga teknologi berupa finger print atau sidik jari dan biometrik melalui retina mata agar penerima subsidi ini tepat sasaran."Kalau sudah sempurna gak cukup DTKS tapi juga finger print. Hanya finger print sesuai yang berhak," katanya.

Data  Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan menyebutkan sebanyak 92% rumah tangga masih menggunakan LPG 3 Kg. Sehingga perlu adanya reformasi subsidi.
Thumbnail

Tinggalkan Balasan

Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE

© 2021 Universitas Pertamina.
All Rights Reserved