Berita Energi
Indonesia-India: Biaya Energi yang Tinggi Mengancam Target Emisi

Published by: investor.id 14 July 2022
Di baca: 3 kali
NUSA DUA, investor.id – Pemerintah Indonesia dan India pada Kamis (14/7) menggarisbawahi seruan negara-negara berkembang untuk lebih banyak pendanaan perubahan iklim. Negara-negara berkembang kini memperingatkan bahwa kenaikan harga energi akibat perang Ukraina akan mempersulit negara-negara untuk mengurangi emisi.

Inflasi telah meningkat secara global di tengah konflik Rusia dan Ukraina. Di saat yang sama, beberapa negara termasuk di Eropa telah kembali ke penggunaan batu bara dan tenaga berbasis bahan bakar fosil lainnya, atau menunda transisi ke energi bersih karena kekhawatiran akan keterjangkauan dan pasokan.

Baca juga: Sektor Industri Teknologi Punya Peran Penting untuk Tekan Emisi Karbon

Menteri Keuangan (Menkeu) India Nirmala Sitharaman dan Menkeu Indonesia Sri Mulyani Indrawati mengatakan pada acara G20 di Bali, transisi energi pasar negara berkembang seharusnya tidak menimbulkan biaya tinggi kepada publik.

Mereka berdua mencatat harga energi yang tinggi saat ini. Sri Mulyani mengatakan bahwa kenaikan suku bunga juga akan membuat biaya lebih mahal bagi negara-negara berkembang untuk mengumpulkan dana aksi iklim.

“Kalau kami tidak bisa membayar dan Anda juga tidak bisa membantu, maka ini tidak akan diberikan,” katanya, Kamis. Ia merujuk pada rencana Indonesia untuk membangun sumber listrik terbarukan dan menghapus pembangkit listrik tenaga batu bara secara bertahap.

Indonesia dan India, di antara produsen dan pengguna batu bara terbesar di dunia, telah berkomitmen untuk mencapai emisi nol bersih masing-masing pada 2060 dan 2070.

Negara-negara kaya telah berjanji untuk menyediakan US$ 100 miliar per tahun mulai 2020 untuk membantu negara-negara miskin mengatasi perubahan iklim, tetapi sejauh ini gagal memenuhi jumlah yang dijanjikan. Ekonomi Kelompok Tujuh (G7) bulan lalu mengatakan mereka akan membayar jumlah penuh setiap tahun pada 2023.

Seorang pejabat Amerika Serikat (AS) mengatakan bahwa sektor swasta harus menambah dana pemerintah untuk memenuhi kebutuhan global yang sangat besar. Ia juga mencatat bahwa sekitar US$ 250 miliar aset sekarang tersedia dalam dana lingkungan, sosial, dan tata kelola swasta.

Baca juga: Indonesia Percaya Diri Capai Target Penurunan Emisi 29% pada 2030

Andy Baukol, penjabat wakil menteri Keuangan AS untuk urusan internasional, mengatakan bahwa negaranya telah meluncurkan kemitraan transisi energi perdana senilai US$ 8,5 miliar dengan Afrika Selatan. Kemitraan lebih lanjut sekarang sedang dibentuk oleh G7 dengan India, Vietnam, Indonesia, dan Senegal.

“Semua kemitraan ini relatif baru ... Kami pikir mereka memiliki banyak janji,” ujar Baukol.

Editor : Grace El Dora (graceldora@gmail.com)
Thumbnail

Tinggalkan Balasan

Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE

© 2021 Universitas Pertamina.
All Rights Reserved