Berita Kampus
Mahasiswa Universitas Pertamina Jadi Perwakilan Regional Asia Pasifik di Konferensi Internasional

Published by: Universitas Pertamina 14 November 2021
Di baca: 46 kali
Jakarta, 14 November 2021 - Selama kurun waktu 2015 hingga 2019, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) mencatat terdapat kenaikan signifikan pada lahan yang terkontaminasi limbah bahan berbahaya dan beracun atau B3. Pada 2019 misalnya, luasan lahan terkontaminasi naik 298% menjadi 840.024,85 meter persegi. Sementara itu, situs Ocean Health Index mengungkapkan, Indeks Kesehatan Laut Indonesia pada tahun 2021 berada di angka 65. Lebih rendah dari nilai rata-rata global yang berada di level 71. 

Salah satu aktivitas penyumbang pencemaran tanah dan air adalah eksplorasi migas. Jurnal IOP Conference Series: Earth and Environmental Science 2020, menghimbau perusahaan eksplorasi migas untuk mulai fokus pada pengolahan limbah minyak, contohnya lumpur minyak bumi atau oil sludge. Berdasarkan PP No. 101 Tahun 2014 tentang pengelolaan limbah B3, oil sludge dikelompokan pada limbah B3 dengan tingkat bahaya kategori 1.

Athallah Naufal, mahasiswa Program Studi Teknik Perminyakan Universitas Pertamina menemukan cara efektif mengolah limbah oil sludge. “Untuk melarutkan oil sludge, dibutuhkan surfaktan. Inovasi yang saya usung adalah pembuatan biosurfaktan dari limbah minyak jelantah. Selain lebih ramah lingkungan karena menggunakan bahan nabati, biosurfaktan ini juga berpotensi menjadi alternatif mengurangi limbah minyak jelantah,” ungkap Athallah dalam wawancara daring, Sabtu (13/11).

Dalam kegiatan eksplorasi migas, lanjut Athallah, oil sludge biasanya ditemukan di bagian bawah pipa dari tumpahan minyak, atau di jalur permesinan. “Selain akan menghambat mesin untuk bekerja, oil sludge juga bisa merusak vegetasi atau tumbuhan di sekitar lokasi pengeboran. Karena, oil sludge mengandung senyawa organik beracun dan berbahaya. Lebih jauh, oil sludge bahkan bisa mencemari air permukaan dan air tanah, yang tentunya membahayakan tubuh jika terkonsumsi,” tutur Athallah.

Inovasi pengolahan limbah karya Athallah, mencuri perhatian juri dan berhasil membuatnya menyabet juara pertama di ajang bergengsi SPE Asia Pacific Regional Student Paper Contest. Society of Petroleum Engineers (SPE), adalah organisasi bagi para profesional dan ahli perminyakan di seluruh dunia, yang berkantor pusat di Texas, Amerika Serikat. Organisasi ini telah memiliki lebih dari 143.000 anggota. 

Athallah akan mewakili Regional Asia-Pasifik dan bertanding dengan para pemenang dari benua lainnya, pada Konferensi Internasional SPE di Houston, Oktober 2022 mendatang. “Persiapan yang dilakukan sejauh ini, saya banyak berkonsultasi dengan pakar oil & gas dari bidang akademik dan industri. Disamping itu, saya juga banyak bertanya kepada para pemenang ajang serupa di tahun-tahun sebelumnya, baik dari Indonesia, Asia, maupun para juara dunia,” pungkas Athallah.

Diakui Athallah, strategi yang ia gunakan untuk memenangkan perlombaan adalah mencari gagasan yang kreatif, out of the box, dan cenderung jarang diminati para peserta lain. “Kebanyakan, riset di bidang oil & gas yang diikutkan di ajang perlombaan adalah yang lebih ke arah teknis. Misalnya reservoir, produksi, atau operasi pengeboran. Tidak banyak yang fokus pada isu lingkungan. Padahal menurut saya, Kesehatan, Keselamatan, dan Keamanan Lingkungan patut menjadi isu penting yang disoroti dalam industri migas,” imbuh Athallah.

Ide pengolahan limbah oil sludge, menurut Athallah, didapatkannya dari hasil pengamatan di beberapa perusahaan migas. “Pengolahan limbah oil sludge kebanyakan dilakukan dengan bantuan pihak ketiga. Jadi, perusahaan harus menampung limbah di daerah pengeboran sampai mencapai volume tertentu, baru bisa diserahkan ke pengolah limbah. Dengan inovasi ini, perusahaan bisa melakukan pengolahan limbah oil sludge secara on site. Penanganannya juga cukup cepat. Efisiensinya mencapai 82,7%. Disamping itu, biosurfaktan dari minyak jelantah juga lebih tahan terhadap perubahan temperatur,” ujar Athallah.

Athallah dan Tim yang beranggotakan Zhorifah Aqillah Putri, Chang Karsten, Ivor Hanif Hermawan, dan Katarina Novita Talo, juga berkesempatan mewakili Regional Asia-Pasifik di ajang Petrobowl yang juga diselenggarakan oleh SPE. Tim berhasil menyabet juara ke-5 dari 32 tim terbaik yang telah diseleksi di tingkat regional. [Pr].

Artikel ini juga telah diterbitkan di beberapa media massa, diantaranya:
1. Kompas: Mahasiswa Indonesia Wakili Asia Pasifik di Ajang Kelas Dunia, Beri Solusi Limbah Migas. (Berita dapat diakses disini).
2. SINDO: Inovasi Pengolahan Limbah Migas Mahasiswa UP Juara di Ajang SPE Asia Pasifik. (Berita dapat diakses disini).
3. Aceh Ekspres: Solusi Limbah Migas, Mahasiswa Universitas Pertamina Wakili Asia Pasifik. (Berita dapat diakses disini).

Thumbnail

Tinggalkan Balasan

Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE

© 2021 Universitas Pertamina.
All Rights Reserved